Sebuah Ide: Penggunaan Hashtag dalam Keadaan Darurat

Fachry Ali
6 min readNov 20, 2020

Belakangan ini Indonesia, negara tercinta kita ini mengalami beberapa bencana alam dalam satu tahun terakhir. Setiap bencana datang tanpa bisa diduga dan dampak yang ditimbulkan juga sangat terasa bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketika sebuah bencana terjadi, segala dukungan muncul melalui sosial media. Mulai dari menunjukan rasa simpati hingga penggalangan dana dilakukan untuk meringankan beban para saudara kita yang terkena bencana alam.

Hal yang pasti, sebagian besar pengguna sosial media khususnya Twitter menunjukan rasa simpati terhadap suatu bencana dengan menggunakan hashtag tertentu. Contoh terkini adalah #PrayForSelatSunda.

Pada satu sisi penggunaan hashtag seperti ini sangat baik. Karena kita dapat melihat simpati, dukungan atau bahkan informasi terkini terkait bencana alam tersebut.

Namun sayangnya terkadang hashtag tersebut digunakan oleh beberapa oknum untuk menyebarkan hoax ataupun sekedar promosi dengan hal yang tidak ada kaitannya dengan bencana alam tersebut.

Pertanyaannya adalah:

Dapatkah kita menggunakan hashtag dengan lebih baik lagi dalam keadaan darurat?

Awal mulanya hashtag dibuat dengan ide sederhana, yaitu agar orang mudah mengikuti diskusi suatu topik tertentu. Namun setelah 11 tahun digunakannya hashtag, penggunaannya seringkali menyimpang dari ide dasar hashtag itu sendiri.

Saya ambil contoh salah satu hashtag yang sedang trending hari ini ketika menulis ini, yaitu hashtag #SelamatHariNatal. Sebuah hashtag yang ditujukan untuk merayakan hari natal. Namun, pada setiap hashtag trending, apapun itu, akan selalu pihak yang melakukan spam seperti tweet di bawah ini:

Tweet spam seperti di atas tentunya sangat mengganggu. Selain tidak relevan dengan hashtag, tweet tersebut juga mengandung unsur pornografi.

Memang benar jika kita melaporkan tweet tersebut maka kemungkinan besar tweet tersebut akan hilang dengan segera. Namun saya yakin bahwa sebagian besar orang mengikuti hashtag tersebut akan mengabaikannya dan terus scroll karena menganggap itu gangguan yang tidak penting.

Ini adalah salah satu contoh penggunaan hashtag yang salah. Belum lagi banyak tweet lain yang menggunakan hashtag dengan cara yang salah dengan sengaja untuk menyebarkan hoax, sara dan sebagainya.

Hal ini membuktikan bahwa fitur hashtag memerlukan pengembangan yang lebih lanjut. Karena dalam suatu situasi, seperti ketika bencana alam, penggunaan hashtag justru dapat sangat membantu.

Penggunaan Hashtag dalam Keadaan Darurat

Awal mulanya saya terinspirasi oleh tweet Mika McKinnon ini:

Pada tweet tersebut Mika McKinnon memberikan tips tiga hal penting yang sebaiknya dilakukan di sosial media pasca bencana:

  1. “Menjauhi” hashtag terkait bencana terkecuali memang terkena dampak dari bencana tersebut atau otoritas terkait.
  2. Berhati-hati mempublikasikan foto-foto terkait bencana.
  3. Berhati-hati terhadap gambar yang bukan terkait bencana tersebut, seperti gambar yang tidak relevan atau gambar bencana yang lalu.

Hal yang terlintas dalam pikiran saya ketika membaca poin pertama tentang penggunaan hashtag yaitu benar adanya. Namun pada kenyataannya kita tidak bisa menjaga seluruh jari pengguna Twitter untuk hal ini.

Akan selalu ada pengguna yang terdorong menggunakan hashtag yang sedang populer pada suatu bencana. Kadang untuk menunjukan rasa simpati, membantu, berkomentar (negatif atau positif) dan masih banyak lagi.

Tetapi akan selalu ada pihak yang menggunakan hashtag populer (terlepas dari bencana atau tidak) untuk hal yang tidak seharusnya. Entah untuk promosi, menyebarkan hoax dan sebagainya.

Saya tidak akan mengatakan bahwa di luar bencana hal-hal tersebut lumrah untuk terjadi, karena seringkali bot yang sudah diatur sedemikian rupa agar selalu “nebeng” pada hashtag yang sedang populer. Namun ketika bencana hal semacam ini sangatlah mengganggu.

Sebagai platform yang sudah berpindah kategori dari “Social Media” menjadi “News” sejak 2016 yang lalu, menurut saya pribadi, pihak Twitter masih kurang mengoptimalkan fungsinya. Terutama hashtag yang sedang saya bahas pada tulisan ini.

Pada September 2013, Homeland Security merilis sebuah laporan yang berjudul Innovative Uses of Social Media in Emergency Management. Pada laporan tersebut dibahas mengenai penggunaan berbagai macam sosial media, salah satunya Twitter.

Pada halaman 6 laporan tersebut, poin 4 dengan sub judul City of New Orleans, Hurricane Isaac 2012, disana diceritakan bagaimana efektifnya penggunaan hashtag pada masa tersebut untuk menyebarkan informasi terkait bencana.

Pengalaman yang manis untuk diceritakan, namun dengan banyaknya jumlah bot yang memanfaatkan trending topic untuk spam saya rasa pihak Twitter harus “turun tangan” agar pengalaman tersebut dapat terulang lagi dan menjadi budaya pada platform ini.

Permasalahan bot / spam yang menggunakan hashtag / trending topic pada Twitter yang tidak semestinya sebenarnya sudah dibahas sejak 2009 oleh Mashable. Namun sudah hampir 10 tahun sejak artikel tersebut dipublikasikan oleh Mashable, Twitter sepertinya masih belum menemukan cara yang efektif untuk mengatasi hal ini.

Hashtag merupakan hal yang sangat berguna untuk mengikuti sebuah diskusi lewat Twitter, namun untuk beberapa kejadian, terutama bencana, saya rasa penting untuk pihak Twitter melakukan moderasi ataupun mengembangkan sistem agar fitur hashtag menjadi lebih baik lagi.

Beberapa Kemungkinan Untuk Mengoptimalkan Fungsi Hashtag

Berikut adalah beberapa kemungkinan yang dapat terpikirkan oleh saya untuk mengoptimalkan fungsi hashtag, antara lain:

Moderasi

Moderasi mungkin salah satu cara paling “standard” yang bisa terpikirkan oleh saya dalam membatasi tweet yang tidak relevan dengan hashtag. Hal ini mungkin bisa dilakukan secara manual ketika muncul hashtag terkait bencana yang sedang terjadi. Namun yang pasti hal ini akan sangat melelahkan jika moderasi manual.

Mungkin filter kata bisa dilakukan. Tweet yang mengandung kata-kata yang tidak terkait bencana mungkin bisa untuk tidak ditampilkan ketik orang melakukan pencarian menggunakan hashtag terkait bencana tersebut. Walaupun strategi filter kata memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mem-filtermedia (gambar/video) apa saja yang akan ditampilkan.

Selain melakukan filter pihak Twitter mungkin juga bisa menginisiasi pengguna untuk menjadi sukarelawan yang tugasnya memantau hashtag tersebut secara bergantian dan melaporkan tweet yang tidak relevan terkait bencana tersebut. Laporan-laporan dari sukarelawan tersebut ditandai sebagai prioritas sehingga tidak menunggu terlalu lama untuk memverifikasi laporan tersebut seperti laporan tweet pada umumnya.

Tombol Darurat

Tombol Darurat — Twitter

Ide lain yang terpikirkan oleh saya adalah tombol ‘Darurat’ (Emergency Button), yaitu tombol yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi terkini dalam keadaan darurat / bencana alam pada wilayah tertentu.

Selain untuk mendapatkan informasi, tombol ini mungkin juga akan dapat berguna untuk hal lain seperti meminta bantuan ataupun hal lainnya.

Saran saya tombol darurat dapat diletakan di atas tombol ‘Twitter Ads’ agar menonjol dapat cepat diakses oleh pengguna.

Selain itu, saya juga mengatahui bahwa Twitter sudah memiliki ‘Twitter Alerts‘ oleh FEMA ini. Namun sayangnya Alerts seperti ini masih menjadi hal ekslusif yang diberikan kepada pengguna Twitter pada wilayah Amerika Serikat.

Dengan banyaknya pengguna Twitter di Indonesia, saya rasa pengguna Twitter Indonesia berhak untuk mendapatkan perhatian yang sama dari Twitter terkait hal ini. Lebih tepatnya lagi, untuk semua pengguna Twitter diseluruh dunia.

Konfirmasi Ganda

Selain kedua ide di atas, ide lain yang terpikirkan oleh saya adalah ‘Konfirmasi Ganda’ atau mungkin lebih femiliar disebut two-step verification.

Double Confirmation Hashtag

Selama ini metode konfirmasi ganda diterapkan untuk keamanan sebuah akun digital. Namun, saya rasa dalam keadaan darurat tertentu, metode konfirmasi ganda juga dapat diterapkan dalam sebuah tweet.

Maksudnya seperti ini: Ketika orang ingin tweetmenggunakan hashtag tertentu, maka muncul konfirmasi seperti konfirmasi untuk menyimpan draftpada sebuah tweet. Namun bedanya, pertanyaannya mungkin seperti

“Hashtag ini ditandai ‘darurat’, apakah Anda ingin menggunakannya?”

Pertanyaan tersebut diikuti tombol ‘Cancel’ atau ‘Confirm’ di bawahnya. Jika pengguna mengkonfirmasi tweet tersebut, ia harus tetap menekan tombol ‘Tweet’ seperti biasa.

Jika pengguna tersebut menekan ‘Confirm’ namun ia tidak terkena dampak atau bahkan tweet tersebut dilaporkan melanggar kebijakan Twitter, mungkin pengguna tersebut dapat diberikan sanksi.

Penutup

Itulah tadi tiga ide yang dapat terpikirkan oleh saya terkait penggunaan hashtag dalam keadaan darurat. Saya yakin banyak pengguna Twitter yang lain yang memiliki ide untuk penerapan hal ini.

Apapun ide tersebut, tujuannya adalah sama yaitu mengoptimalkan fungsi hashtag terlebih dalam keadaan darurat. Dengan mengoptimalkan fungsi tersebut, diharapkan Twitter bisa membantu para penggunanya dalam keadaan darurat. Baik untuk mencari informasi, meminta bantuan, memberikan bantuan dan hal terkait lainnya.

Tulisan ini saya buat dengan harapkan pihak Twitter lebih memaksimalkan fitur-fitur yang sebenarnya telah mereka miliki agar platform ini dapat berfungsi lebih baik lagi.

Digunakan atau tidak ide yang saya sampaikan, saya harap pihak Twitter memiliki solusi sejenis yang dapat diterapkan segera terkait hal ini.

Menampilkan emoji pada hashtag tertentu memang menarik, namun tidak meningkatkan fungsi dari hashtag itu sendiri.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini.

--

--